KENAIKAN BIAYA HAJI MASIH DI KAJI
Presiden
Joko Widodo atau Jokowi menanggapi polemik kenaikan biaya haji 2023 yang telah
diumumkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Jokowi menegaskan rencana
kenaikan biaya haji ini masih dalam proses kajian.
"Belum
final udah rame, masih kajian," kata Jokowi saat ditemui usai mengecek
proyek sodetan Kali Ciliwung di Jakarta Timur, Selasa, 24 Januari 2022.
Sebelumnya,
usulan kenaikan biaya haji 2023 dilontarkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
dalam rapat bersama Komisi Agama DPR pada 19 Januari lalu. Alasannya karena
biaya perjalanan ke Tanah Suci melonjak.
Kementerian
Agama lalu menjelaskan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444
H/2023 M yang bakal membuat biaya haji 2023 naik dari sekitar 39,8 juta menjadi
69,1 juta per jemaah. Kenaikan dilakukan saat Pemerintah Kerajaan Arab Saudi
memangkas biaya paket layanan haji sekitar 30 persen dari harga tahun 2022.
"Yang
diturunkan oleh pemerintah Arab Saudi adalah paket layanan haji," kata
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief dalam keterangan
tertulis, Sabtu, 21 Januari 2023.
Hilman
menjelaskan paket yang dipangkas 30 persen ini adalah layanan dari 8-13
Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau yang biasa disebut juga dengan
Armuzna atau Masyair. Untuk warga domestik, Arab Saudi menawarkan empat paket
layanan Masyair tahun 1444 H/2023 M.
1. SAR
(Saudi Arabian Riyal) 10,596 sampai SAR 11,841 (sekitar Rp43 juta sampai Rp48
juta)
2. SAR 8,092
sampai SAR 8,458 (sekitar Rp33 juta sampai Rp34,5 juta)
3. SAR
13,150 (sekitar Rp53,6 juta)
4. SAR 3,984
(sekitar 16 juta), tanpa layanan di Mina atau hanya akomodasi dan konsumsi di
Arafah dan Muzdalifah
Paket
layanan haji ini, kata Hilman, ditangani oleh syarikah atau perusahaan di
Saudi. Tahun lalu, harganya naik signifikan karena pandemi. Barulah tahun ini
turun 30 persen yang membuat komponen Masyair di BPIH juga turun.
Tahun lalu,
pemerintah mematok biaya Masyair SAR 5.656,87. Sementara tahun ini, Hilman
menyebut pihaknya juga bisa bernegosiasi sehingga biaya turun menjadi SAR
4.632,87. "Turun sekitar SAR 1.024 aau 30 persen," kata dia.
"Jadi
di dalam usulan BPIH tahun ini, pemerintah sudah melakukan penyesuaian harga
sesuai yang ditetapkan Saudi," ujarnya.
Hilman juga
menyebut pemerintah tetap berupaya mempertahankan kualitas layanan bagi jemaah
di Masyair. “Kepada perusahaan penyedia layanan, kami tetap meminta komitmen
agar dengan harga yang ditetapkan pemerintah Saudi itu, layanan yang diberikan
kepada jemaah juga tetap berkualitas,” kata dia.
Meski
demikian, Hilman menyebut komponen BPIH tidak hanya paket layanan haji saja.
Komponen biaya haji yang diusulkan pemerintah kepada DPR itu juga mencakup
layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama di Arab Saudi, baik
Jeddah, Makkah, maupun Madinah.
"Di
luar Masyair, masa tinggal jemaah sekitar 30 hari, baik di Makkah maupun
Madinah. Ini kita siapkan semua layanannya," ujar Hilman.
Selain itu,
kata dia, penyusunan usulan BPIH juga memperhatikan komponen kurs Dollar (USD)
dan kurs Riyal (SAR). Dalam usulan itu, asumsi yang digunakan adalah Rp15.300
untuk kurs US$ 1, dan Rp 4.080 untuk kurs 1 SAR.
Sedangkan
pada 2022, kurs SAR yang digunakan adalah Rp 3.846. Lal untuk kurs Dollar tahun
2022 adalah Rp 14.425. Lalu hal lain yang menjadi perhatian adalah komponen
pesawat yang sangat bergantung pada harga avtur.
Meski
demikian, Hilman memastikan usulan pemerintah terkait BPIH 1444 H menjadi Rp 69
juta itu belum final. Sebab, masih terbuka untuk dibahas bersama dengan Komisi
Agama di DPR. "Semoga kita bisa mendapatkan rumusan yang paling pas
terkait biaya haji tahun ini,” kata dia.
Perubahan
Komposisi Bipih dan Nilai Manfaat
BPIH pada
dasarnya merupakan biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan
haji. Sedangkan Bipih adalah biaya yang harus dikeluarkan jemaah untuk ikut
haji.
Kemenag
mengusulkan BPIH tahun ini naik dibanding 2022 sebesar Rp 514.888,02. Sebab,
rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp 98,89 juta Sementara rerata
BPIH 2022 sebesar Rp98,37 juta.
Bipih pun
tetap naik karena terjadi perubahan skema persentase komponen Bipih dan nilai
manfaat. Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70
persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat dari dana jemaah yang dikelola Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
Hilman
mengklaim perubahan skema ini dilakukan untuk menjaga agar nilai manfaat yang
menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia. "Termasuk yang masih mengantre
keberangkatan, tidak tergerus habis," kata dia.
Menurut dia,
pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami
peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal
yang diberikan ke jemaah hanya Rp 4,45 juta.
Sementara
Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp 30,05 juta. Sehingga saat itu,
Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.
Dalam
perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar. Mulai dari 19
persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015),
42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019).
Namun
kemudian Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang
dimulainya operasional haji 2022, di mana jemaah sudah melakukan pelunasan.
Sehingga, penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen. "Kondisi ini
sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," kata Hilman.
Jika
komposisi Bipih 41 persen dan nilai manfaat 59 persen dipertahankan, Hilman
memperkirakan nilai manfaat tersebut akan cepat habis. "Padahal jamaah
yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat," kata
dia.
Hilman
menegaskan nilai manfaat bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang
dilakukan BPKH. Oleh sebab itu, nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji
Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
Mulai
sekarang dan seterusnya, kata dia, nilai manfaat harus digunakan secara
berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. Tapi di sisi lain, Hilman menyebut
kementerian mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam
maupun luar negeri, pasca pandemi Covid-19 ini. "Sehingga kesediaan nilai
manfaat lebih tinggi lagi," kata dia.
Untuk
itulah, kata Hilman, kementerian mengusulkan perubahan skema menjadi Bipih 70
persen dan nilai manfaat 30 persen. Ia menyadari usulan ini tidak populer.
"Tapi
Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji
sekaligus menjaga keberlanjutannya," kata dia.
Usulan ini
pun masih dibahas pemerintah dan DPR. "Kita tunggu kesepakatannya, semoga
menghasilkan komposisi paling ideal! Amin," ujar Hilman.
0 comments:
Posting Komentar